Jakarta – Presiden Prabowo Subianto resmi menunjuk ekonom Purbaya Yudhi Sadewa sebagai Menteri Keuangan menggantikan Sri Mulyani Indrawati dalam reshuffle kabinet yang diumumkan pada Senin (8/9/2025).
Pengumuman tersebut disampaikan Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, diikuti prosesi pelantikan di Istana Negara, Jakarta. Dalam perombakan kali ini, pemerintah juga meresmikan Kementerian Haji dan Umrah yang sebelumnya telah mendapat persetujuan bersama DPR.
Profil Singkat Purbaya Yudhi Sadewa
Purbaya bukan sosok asing di dunia ekonomi. Sejak 2020, ia menjabat Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Sebelum itu, ia aktif sebagai ekonom, termasuk memimpin riset di Danareksa.
Purbaya menyelesaikan pendidikan Sarjana Teknik Elektro di Institut Teknologi Bandung (ITB), kemudian meraih gelar MSc dan Doktor Ekonomi dari Purdue University, Amerika Serikat. Kariernya juga mencakup berbagai posisi strategis, mulai dari Kantor Staf Presiden (2015), Kemenko Perekonomian (2016–2020), hingga Kemenko Kemaritiman dan Investasi (2018–2020).
Pesan Perdana Menkeu Baru
Usai dilantik, Purbaya menegaskan komitmennya untuk menjaga stabilitas fiskal sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi menuju 8 persen. Namun, tantangan yang dihadapi tidak ringan.
Pasalnya, APBN 2025 mengalokasikan belanja negara Rp3.621,3 triliun dengan defisit di kisaran 2,53 persen PDBatau sekitar Rp616,2 triliun. Di sisi lain, pembayaran bunga utang diproyeksikan menembus Rp552 triliun, angka tertinggi sepanjang sejarah yang otomatis mempersempit ruang fiskal bagi program prioritas.
Akhir Era Sri Mulyani
Peralihan ini juga menutup babak panjang kiprah Sri Mulyani Indrawati di Kementerian Keuangan. Pertama kali menjabat Menkeu pada 2005 di era Presiden SBY, Sri Mulyani sempat menjadi Managing Director Bank Dunia (2010–2016), sebelum kembali dipanggil Presiden Jokowi pada 2016.
Selama dua periode, ia dianggap berhasil membawa Indonesia melewati krisis global, pandemi COVID-19, hingga fase konsolidasi fiskal. Namun, beberapa bulan terakhir namanya kerap menjadi sorotan dalam aksi demonstrasi, bahkan santer isu pengunduran diri yang akhirnya terjawab lewat reshuffle kabinet ini.
Tantangan Besar di Depan
Selain defisit, Menkeu baru juga dihadapkan pada sejumlah tekanan fiskal:
-
Program Makan Bergizi Gratis dengan anggaran sekitar Rp71 triliun melalui Badan Gizi Nasional (BGN).
-
Subsidi energi (BBM, LPG, dan listrik) yang rentan naik-turun seiring harga global dan fluktuasi rupiah.
-
Melebarnya struktur birokrasi, setelah lahirnya Kementerian Haji dan Umrah serta Kementerian Perlindungan Pekerja Migran, sehingga belanja pegawai dan operasional meningkat signifikan.
Di sisi politik, dinamika publik juga menantang. Aksi unjuk rasa “17+8” yang menggema akhir Agustus menyoroti tingginya biaya hidup dan fasilitas pejabat, sementara IHSG serta nilai tukar rupiah sempat bergejolak mengikuti kabar reshuffle.
Harapan Publik dan Pasar
Meski mendapat sorotan pasar, Purbaya menegaskan akan tetap menjalankan kebijakan fiskal hati-hati, menjaga defisit di bawah 3 persen, serta memperkuat koordinasi dengan Bank Indonesia agar stabilitas ekonomi tetap terjaga.
Keberhasilan Purbaya mengelola fiskal akan menjadi kunci menjaga kepercayaan pasar sekaligus menjawab tuntutan publik terhadap pemerintahan Prabowo–Gibran.